Ingwer Ludwig Nommensen
Artikel Misi Lintas Budaya
Mendengar tentang nama Nommensen, maka
sebagian dari kita bahkan hampir dari kita semua
tidak asing lagi mendengar nama ini.
Nama
ini sangat familiar di tengah-tengah kalangan suku Batak (daerah Sumatra Utara)
dan juga nama ini familiar di antara orang-orang yang berkecimpung di dalam
dunia misi terlebih dari itu nama ini juga sangat familiar di salah satu Gereja
suku terbesar di Indonesia yaitu “Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)”. Nommensen
adalah salah seorang Penginjil atau Misionaris dari Eropa yang sukses
menyebarkan Injil di tanah Batak dan dia-lah yang memenangkan tanah Batak
bagi Kristus. Walaupun sebelum Nommensen masuk ke tanah Batak sudah terlebih
dahulu beberapa penginjil atau misionaris yang sudah masuk ke tanah Batak,
namun dari semua itu tidak ada yang berhasil menyebarkan injil di Tanah batak
dengan maksimal, bahkan penginjil-penginjil sebelumnya harus meninggalkan Tanah
Batak dan pulang ke negeri asal mereka dan ada juga yang pergi ke tempat lain
untuk menginjil di sana bahkan yang lebih tragisnya lagi banyak misionaris yang
dibunuh di tanah Batak karena penolakan orang-orang Batak terhadap Injil dan
juga terhadap orang-orang yang membawa Injil atau misionaris-misionaris
tersebut. Yang menjadi alasan orang-orang Batak menolak Injil dan juga
orang-orang yang membawa Injil/misionaris itu, bukan karena Injilnya yang
ditolak tetapi para pembawa injil/misionaris itu yang ditolak. Salah satu
alasannya adalah bahwa para penginjil sebelumnya masuk ke tanah Batak dan
memaksakan orang-orang Batak untuk jadi seperti mereka dan juga para
penginjil/misionaris sebelumnya tidak mengerti atau mengatahui dengan betul
tentang budaya orang-orang Batak. Itulah sebagian alasan mengapa para
missionaris sebelumnya kurang efektif dalam menyebarkan Injil di tanah Batak.
Baru
Nommensen lah yang masuk ke tanah Batak dengan mengerti budaya Batak dengan
betul dan juga di tanah Batak dia mau menjadi sama seperti orang-orang Batak,
dia tidak memaksakan orang-orang Batak untuk jadi seperti dia tetapi justru
sebaliknya dia yang berusaha untuk jadi seperti orang-orang Batak. Itulah
sebabnya Nommensen diterima dengan baik oleh orang-orang Batak, dan dengan
welcomenya orang-orang Batak terhadap Nommensen disitulah dia mengambil kesempatan
untuk memberitakan dan menyebarkan injil di tanah Batak bahkan yang lebih
dasyatnya adalah dia dapat memenangkan orang-orang batak bagi Kristus. Oleh
sebab itu nama Nommensen sangat terkenal baik dikalangan orang-orang Batak dan
juga hampir dikenal diseluruh Indonesia.
Berikut ini saya akan menguraikan sejarah singkat tentang kisah perjalanan
hidup Nommensen ( Biografi Nommensen ) dimulai dari dia dilahirkan di tanah
asalnya di Jerman hingga pelayanannya bahkan sampai kepada kematiannya di di
tanah Batak. Dan inilah perjalanan hidup dan pelayanan Nommensen :
Tahun 1834, tanggal 6 Februari
Ingwer Ludwig Nommensen lahir di Nortdstrand, pulau kecil di panatai
perbatasan Denmark dan Jerman. Dia anak pertama dan lelaki satu-satunya dari
empat orang bersaudara. Ayahnya Peter dan ibunya Anna adalah keluarga yang
sangat miskin di desanya. Sejak kecil, dia sudah tertarik dengan cerita gurunya
Callisen tentang misionar yang berjuang untuk membebaskan keterbelakangan,
perbudakan pada anak-anak miskin.
Tahun 1846 pada umur 12 tahun
kedua kakinya sakit parah karena kecelakaan kereta kuda pulang dari
sekolah. Selama setahun lebih tidak dapat berjalan, kakinya hampir diamputasi.
Dia berjanji kepada Tuhan bahwa akan menjadi misionar apabila kedua kakinya
sembuh kembali. Dia akan pergi jauh untuk membebaskan anak-anak miskin yang
budak karena hutang orang tuanya, dia akan memberitakan Firman Tuhan kepada
pelbegu yang sangat terbelakang sebagaimana sering diceritakan gurunya Callisen
yang sangat dikaguminya.
Tahun 1847
Kedua kakinya sembuh secara ajaib, dia dapat berjalan seperti sediakala.
Dia kembali ke sekolah pada musin winter (musim dingin) karena pada musin
summer dia akan menjadi gembala domba untuk menerima upahan karena orangtuanya
sangat miskin.
Tahun 1848, tanggal 2 Mei
Ayahnya Peter Nommensen meninggal dunia. Ingwer Ludwig Nommensen sebelumnya
bermimpi akan kehilangan ayahnya, maka ia tidak terkejut ketika orang membawa
ayahnya ke rumah yang meninggal di tempat kerjanya.
Tahun 1849
Pada umur 15 tahun (suatu pengecualian), dia mendapat sidi. Biasanya, orang
akan diijinkan mendapat sidi pada umur 17 tahun. Namun, karena Ingwer Ludwig
Nommensen sudah tidak obahnya seperti ayah dari dari segi tanggung jawab kepada
keluarga maka diberi pengecualian kepadanya. Dia mendapat sidi setelah setahun
belajar Alkitab.
Tahun 1854
Ibu Ingwer Ludwig Nommensen merestui anaknya, satu-satunya lelaki di antara
empat orang bersaudara, menjadi seorang misionar.
Tahun 1857
Ingwer Ludwig Nommensen masuk sekolah pendeta di RMG Barmen setelah
menunggu sekian lama.
Tahun 1858, Januari Ibunya meninggal dunia di Nordstrand.
Tahun 1859
4 orang Misionar RMG Barmen serta 3 orang isteri misionar terbunuh di
Borneo, berita itu semakin menggugah hati Ingwer Ludwig Nommensen untuk pergi
ke daerah pelbegu.
Tahun 1861, 7 Oktober
berdiri HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Praosorat Sipirok, sebagai
permulaan Misi Kongsi Barmen di Tanah Batak. Hari itu terjadi kesepakatan 4
orang Misionar Belanda dan Jerman yaitu: H (Heine) K (Klammer) B (Betz) dan P
(Van Asselt) menjadi penginjil atas tanggung jawab Rheinische
Missionsgeselshaft dari Barmen, Wupertal, Jerman, yang lazim diebut Kongsi
Barmen.
Tahun 1861, Oktober
Ingwer Ludwig Nommensen ditahbiskan sebagai pendeta dan langsung
diberangkatkan oleh Missi Barmen menjadi misionar ke Tanah Batak, tetapi selama
2 bulan dia masih belajar Bahasa Batak dan Budaya Batak dari Dr. Van Der Tuuk
di Belanda.
Tahun 1861, Desember
Ingwer Ludwig Nommensen berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera dengan
kapal Pertinar. Pelayaran itu memakan waktu selama 142 hari.
Tahun 1862, 14 Mei
Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat
di Padang. Selanjutnya dia tinggal di Barus. (Kapal Pertinar kemudian tenggelam
dalam lanjutan pelayaran kearah timur di sekitar Laut Banda dekat Irian Barat).
Tahun 1862, November
Bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera
melalui Barus dan Tukka. Dari Barus, Ingwer Ludwig Nommensen pergi ke Prausorat
dan kemudian tinggal dengan Van Asselt di Sarulla.
Tahun 1863, November
Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali mengunjungi Lembah Silindung. Dia
berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan,
hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan
KerajaanMu, Amin!”
Tahun 1864, Mei
Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah
lembah yang indah dan banyak penduduknya.
Tahun 1864, Juli
Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di
Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat.
Tahun 1864, 30 Juli
Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi,
Lobupining. Raja Panggalamei beserta rombongannya 80 orang membunuh Pendeta
Hendry Lyman dan Samuel Munson (missionar yang diutus oleh Zending Gereja
Baptis dari Amerika) di sisangkak, Lobupining pada tahun 1834, bertepatan
dengan tahun lahirnya Ingwer Ludwig Nommensen di Eropa.
Tahun 1864 , 25 September
Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita dionan
Sitahuru. Ribuan orang datang. Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi
kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia
berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut.
Ingwer Ludwig Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di
negeri yang sangat kejam dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki
“Apostel di Tanah Batak”
Tahun 1865, 27 Agustus
Pembaptisan pertama di Silindung terhadap empat pasang suami-istri beserta
5 orang anak-anaknya. Diantara keluarga yang dibaptis pertama adalah Si
Jamalayu yang diberi nama Johannes dengan istrinya yang dibawa dari Sipirok
sebagai pembantu Ingwer Ludwig Nommensen diberi nama Katharina.
Tahun 1866, 16 Maret
Ingwer Ludwig Nommensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya
Karoline di Sibolga. Karoline datang dari Jerman beserta rombongan Pdt.
Johansen yang dikirim Kongsi Barmen untuk membantu Ingwer Ludwig Nommensen di
Silindung.
Tahun 1871
Ingwer Ludwig Nommensen mengalami penyakit disentri yang sangat parah, dia
pasrah untuk pergi menghadap Tuhannya tetapi dia tidak rela misinya berhenti
begitu saja. Dia dibawa Johansen berobat ke Sidimpuan.
Tahun 1864
Karoline melahirkan anak pertama diberi nama Benoni, namun beberapa hari
kemudian meninggal dunia.
Tahun 1872
Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Setelah
Gereja baru hampir selesai dibangun, putri pertama Ingwer Ludwig Nommensen yang
bernama Anna meningal dunia. Keluarga Ingwer Ludwig Nommensen telah kehilangan
dua anak pertama, sungguh suatu ujian berat bagi misionar dalam memulai
misinya.
Tahun 1873
Sikola Mardalan-dalan (Sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Ingwer
Ludwig Nommensen agar Orang Batak bisa secepatnya menjadi guru. Siswa
mendatangi Ingwer Ludwig Nommensen di Pearaja, Johansen di Pansurnapitu dan
Mohri di Sipoholon dimana para misionar tersebut bertugas. Atau, misionar
mendatangi siswanya ditempat tertentu.
Tahun 1875
Misionar Ingwer Ludwig Nommensen, bersama Johansen dan Simoneit bekunjung
ke Toba.
Tahun 1876, Telah dibaptis lebih dari 7000 orang di Silindung.
Tahun 1876
Ingwer Ludwig Nommensen selesai menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam
Bahasa Batak Toba.
Tahun 1877
Ingwer Ludwig Nommensen dan Johansen mendirikan Sekolah Guru Zending di
Pansurnapitu. Tempat berdirinya sekolah tersebut adalah tempat yang dulunya
dikenal sebagai Pasombaonan (tempat angker), yang sekarang tempat berdirinya
STM Pansurnapitu dan Gereja HKBP Pansurnapitu.
Tahun 1877
Raja Sisingamangaraja ke-XII mengancam akan membumihanguskan kegiatan
missioner, ancaman ini tidak menjadi kenyataan.Dan juga ditahun ini Silindung
masuk kolonisasi Belanda.
Tahun 1880
Ingwer Ludwig Nommensen beserta istri dan anak-anaknya pergi ke Eropah.
Mereka diantar oleh banyak orang sampai ke tengah hutan. Mereka berjalan kaki
selama dua hari dari Silindung ke Sibolga, menjalani jalan setapak yang sangat
sulit. Mereka menungu keberangkatan dari Sibolga ke Padang selama dua minggu.
Tahun 1881
Menjelang Natal, Ingwer Ludwig Nommensen kembali ke Pearaja. Dia kembali
sendirian, isterinya tinggal di Jerman karena masih perlu perawatan.
Anak-anaknya juga tinggal di sana agar bisa sekolah dengan baik.
Tahun 1881
Kongsi Barmen menetapkan Ingwer Ludwig Nommensen menjadi Ephorus pertama
HKBP, dia digelari ‘Ompu i’
Tahun 1887
Karoline isteri Ingwer Ludwig Nommensen, meninggal di Jerman, sebulan
kemudian baru Ingwer Ludwig Nommensen mengetahuinya.
Tahun 1890
Ingwer Ludwig Nommensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar.
Tahun 1891 bulan Mei
Christian, anak ompu Ingwer Ludwig Nommensen, mati terbunuh di Pinang Sori
oleh lima orang kuli China di areal perkebunan.
Tahun 1892
Bersama Pendeta Johansen yang juga sudah menduda pergi ke Jerman untuk
berlibur, menjenguk anak-anaknya, dan mencari pasangan baru untuk masing-masing
misionar yang telah menduda. Ingwer Ludwig Nommensen mendapatkan jodohnya anak
Tuan Harder yang bernama Christine, Johansen mendapatkan jodohnya anak Tuan Heinrich
yang bernama Dora. Mereka kembali ke Tanah Batak dengan masing-masing pasangan
barunya.
Tahun 1900 Permulaan Zending Batak.
Tahun 1903 Permulaan misi Zending ke Medan
Tahun 1904
Fakultas Theologi Universitas Bonn, Jerman, menganugerahkan gelar Doktor Honouris-Causa
di bidang Theologi kepada Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam pengukuhan tersebut,
Ratu Wilhelmina dari Belanda ikut diundang sebagai tamu.
Tahun 1905
Berkunjung ke Eropah bersama Tuan Reitze, dia mengunjungi Misi Zending di
Belanda dan berkunjung kepada Ratu Wilhelmina.
Tahun 1909
Christine Harder, isteri Ingwer Ludwig Nomensen meninggal dunia, setelah
melahirkan tiga orang anak. Dia dimakamkan di Sigumpar. Dua anak perempuannya
tinggal di Jerman dan belum menikah sewaktu Ompu Ingwer Ludwig Nommensen
meningal pada umur 84 Tahun.
Tahun 1911
Pesta jubileum 50 tahun HKBP. Pesta besar di onan Sitahuru dihadiri puluhan
ribu orang, di tempat dimana 47 tahun sebelumnya Ingwer Ludwig Nommensen mau
dibunuh dan dipersembahkan kepada Sombaon Siatas Barita.
Ratu Wilhelmina dari belanda menganugerahkan Bintang Jasa ‘Order Of Orange
Nassau’ kepada DR. Ingwer Ludwig Nommensen, sebuah bintang jasa yang hanya
diberikan kepada orang yang dianggap luar biasa jasanya di bidang kemanusiaan.
Tahun 1912
Berlibur ke Eropah, kembali ke Tanah Batak bersama tuan Pilgram yang telah
lama bertugas di Balige.
Tahun 1916
Nathanael anak Ingwer Ludwig Nommensen, mati tertembak di arena Perang
Dunia I di Perancis.
Tahun 1918, Tanggal 23 Mei
Pukul enam pagi Hari Kamis, Ompu Ingwer Ludwig Nommensen pergi menghadap
Tuhannya di Sorga. Dia menutup mata untuk selama-lamanya setelah berdoa ‘Tuhan
kedalam tanganMu kuserahkan rohku, Amin’.
Pada Jumat sore, 24 Mei 1918
Ompu Ingwer Ludwig Nommensen dikubur di Sigumpar. Puluhan ribu datang
melayatnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada orang berkata : Inilah
kumpulan manusia yang paling banyak yang pernah terjadi di Tanah Batak.
Inilah kisah perjalanan kehidupan dan juga kisah pelayanan DR. I.L.
Nommensen selama beliau hadir di dunia sampai kepada ia harus meninggalkan
dunia untuk kembali kepada pangkuan Bapa di Sorga.
Setelah kita melihat riwayat perjalan hidup dan juga perjalan pelayanan
Nommensen, maka kita melihat bahwa Nommensen mengalami masa-masa yang menyenagkan
dan juga masa-masa yang sulit. Nommensen menghadapai masa-masa yang sulit baik
itu dalam kehidupannya secara pribadi maupun dalam pelayanan missinya juga dia
mengalami masa-masa yang sulit pula. Masa-masa sulit itu tidak menjadi halangan
bagi Nommensen untuk terus berjuang mempertahankan hidupnya dan juga untuk
mencapai visi yang sudah Tuhan taru di hatinya yaitu untuk mununtaskan Amanat
Agung Tuhan Yesus sebagai misionaris, akan tetapi masa-masa sulit itulah yang
memacu, mendorong dan juga memotivasi Nommensen untuk mempertahankan hidupnya
dan juga untuk penuntasan Amanat Agung itu.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai misionaris atau pengginjil, Nommensen
mejalankannya dengan baik hal itu terbukti dengan keberadaannya di tanah Batak
sangat diterima dengan biak di sana sehingga hampir seluruh orang Batak percaya
Kristus. Itu semuanya tidak terlepas dari pemahaman dan pengatahuan Nommensen
tentang suku Batak baik itu kebudayaan, bahasa, kebiasaan dan lain-lainnya yang
berkaitan dengan suku Batak.
Dalam pelayanannya juga Nommensen menghasilkan buah yang bagus yaitu dan juga
dia memberi dampak yang baik kepada orang-orang Batak. Nommensen menghasilkan
buah dengan cara dia mempersiapkan, mengkaderkan dan juga memuridkan
orang-orang tertentu dan dijadikan partner dalam pelayanan untuk menjangkau
seluruh tanah Batak. Nommensen memberi dampak yaitu dalam pelayanannya dia
membangun sekolah-sekolah untuk mengajar orang-orang batak, dia membangun rumah
sakit - rumah sakit bagi orang-orang Batak dan dari sekolah dan rumah sakit
yang ada dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang-orang Batak dan yang paling
berdampak dari pelayanannya adalah banyak gereja yang dia bangun di tanah Batak
Dari bagian ini berkat rohani yang penulis dapatkan dari tokoh Nommensen
dan yang mau penulis bagikan melalui artikel ini adalah bahwa; jikalau kita
sudah menggambil sebuah keputusan untuk terlibat dalam pekerjaan misi lintas
budaya maka tentu kita akan mengalami suatu masa yang sulit atau kita akan
menghadapi tahap atau fase yang sulit, apakah respon kita jika menghadapi hal
seperti ini ? apakah kita menyerah atau mau jadikan masa sulit itu sebagai
sebuah tantangan untuk mencapai tujuan Tuhan dalam hidup kita. Ini adalah hal
pertama yang dapat kita pelajari dari Nommensen.
Hal yang kedua yang dapat kita pelajari dari Nommensen adalah dalam
menjangkau suatu suku tertentu maka hal yang perlu diperhatikan adalah
kebudayaan suku tersebut baik itu bahasanya, adat istiadatnya bahkan
kebiasaan-kebiasaannya harus kita pahami terlebih dahulu karena kalau kita
pahami dengan benar kebudayaan suku yang hendak kita jangkau maka kita akan
diterima di suku itu dan akan efektif dalam penjangkauan suku tersebut
Hal yang ketiga adalah bagaimana kita dapat memberi dampak yang baik
melalui pelayanan misi lintas budaya yang dapat dirasakan oleh suku tersebut
berupa fasilitas yang ada sebagaiman Nommensen yang membangun sekolah, rumah
sakit dan juga Gereja. Dengan kita membuat sesuatu yang dapat dirasakan maka
kita pun akan diterima dengan baik dan kalau kita diterima dengan baik maka
injil pun dapat kita sebarkan dengan baik pula.
Komentar
Posting Komentar