Antara UU Omnibus Law Ciptaker dan Covid-19
Yeheskiel Obehetan
Kurang lebih sudah triwulan ke tiga Indonesia dilanda virus Corona bahkan dunia secara keseluruhan. Untuk itu, upaya demi upaya tetap digaungkan baik oleh tim medis maupun oleh pemerintah. Upaya penanganan bagi mereka yang terpapar, upaya pencegahan dari menyebarnya virus Corona ini secara epidemik dan juga upaya untuk menemukan vaksin atau obat yang dapat menangkal Covid-19 ini.
Oleh sebab itu, maka pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan untuk merealisasikan akan upaya di atas. Hal ini ditandai dengan adanya pembatasan sosial bersekala besar atau yang umum dikenal dengan singkatan PSBB. Dilansir dari Tirto.id PSBB merupakan peraturan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah. Aturan PSBB tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020
Alih-alih PSBB diterapkan di berbagai daerah di Indonesia untuk pencegahan Covid-19 atau untuk memutus mata rantai penyebaran virus, di beberapa daerah dalam postingan rekan-rekan saya di sosial media justru ditemui sebaliknya; masih ada hajatan (pernikahan, ucapan syukur dsbya) yang justru mengumpulkan orang banyak, di samping itu pesta demokrasi pun harus berjalan oleh sebab itu ditemukan bahwa adanya kampanye-kampaye politik dengan modus untuk menarik hati pemilih dan itu lagi-lagi mengumpulkan orang banyak. Dengan melihat kenyataan di atas maka muncul pertanyaan, di manakah kekuatan peraturan PSBB yang tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 itu?
Dalam penantian jawaban atas pertanyaan di atas, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan disahkannya Undang-Udang Omnibus Law Cipta Kerja oleh dewan perwakilan rakyat (DPR) pada rapat paripurna hari senin, 5 Oktober 2020. Keputusan ini menjadi polemik besar di tengah-tengah bangsa Indonesia yang sedang berupaya memerangi Covid-19. Bagaimana tidak? Pemerintah bukannya fokus kepada penanganan Covid-19 malahan justru men-sah-kan UU Ciptaker di tengah pandemik ini, Lagi pula keputusan ini tidak diterima oleh semua pihak.
Dilansir dari BBC News Indonesia, Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja berisi 11 klaster yang menggabungkan 79 undang-undang yang di dalamnya menyangkut aturan tentang ketenagakerjaan, penyederhaan perizinan, persyaratan investasi, hingga administrasi pemerintahan.
Undang-Undang ini pun mendapat penolakan dari buruh, akademisi, dan pegiat lingkungan karena dianggap merugikan pekerja dan merusak lingkungan demi investasi.
Oleh karena penolakan inilah, maka dijumpai lautan manusia yang bergelombang banyaknya yang datang dari berbagai daerah dan berbagai kalangan untuk menyuarakan aspirasi mereka dalam menolak keputusan UU Ciptaker tersebut. Artinya bahwa hal ini menjadikan peraturan PSBB yang disebutkan di atas dilanggar oleh mereka yang berbondong-bondong dalam kerumunan banyaknya orang.
Dengan demikian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PSBB tidak berlaku, upaya pencegahan Covid-19 pupus bahkan dihantarkan kepada pertanyaan reflektif bahwa apakah Covid-19 benar-benar ada atau hanya politik konspirasi seperti yang dikatakan oleh beberapa orang/pihak.
Perlu diketahui bahwa pandangan saya di atas tidak berarti bahwa saya meragukan akan keberadaan virus ini (Covid-19), saya menghargai upaya para medis, para ilmuwan, para akademisi yang sudah bersusah payah memberikan waktu dan hidup mereka khusus hanya untuk meneliti, menemukan kebenaran-kebenaran ilmiah bahkan perawatan orang sakit yang disebabkan oleh virus Covid-19.
Juga perlu dimengerti bahwa di saat yang sama saya tidak menolak akan keputusan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini (sekalipun di lain sisi terjadi penolakan di mana-mana bahkan disertai dengan demonstrasi besar-besaran bahkan berakibat dengan dirusaknya fasilitas umum) karena saya menyadari bahwa keputusan ini sudah melalui tahap kajian yang dalam, dan tentunya itu semua untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa.
Saya hanya menyoroti waktu pengambilan keputusan yang tidak tepat waktunya. Sebab menurut hemat saya ini bukan waktu yang terbaik untuk keputusan itu sebab masyarakat sedang dibayang-bayangi oleh wabah virus Covid-19. Oleh karenanya biarlah keputusan UU ini disahkan di saat masyarakat ada dalam kenyamanan dari belenggu Covid-19 yang mewabah ini.
Untuk itu diakhir dari tulisan ini, saya mengajak kita bersama-sama untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona ini dengan memperhatikan peraturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) serta mentaatinya dengan doa dan harapan virus ini (Covid-19) akan segera berlalu/berakhir.
Berkaitan dengan keputusan UU Omnibus Law Ciptaker, saya merasa bahwa terlalu cepat disahkan. Tetapi apapun pandangan saya, keputusan tetap lah keputusan; oleh sebab itu pemerintah bertanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat Indonesia tentang UU tersebut di tengah pandemik ini agar kami (masyarakat) mengerti dan memahami maksud serta tujuan dari dan disahkannya UU tersebut. Agar Terciptanya kedamaian dan kesejahteraan di bangsa ini sekalipun harus menghadapi bahaya Covid-19. (Am Obe)
Komentar
Posting Komentar