Artikel Reformasi 2017



Dampak Reformasi Bagi Gereja
Bulan oktober menjadi bulan yang bersejarah bagi kita dan menjadi bulan yang terus dikenang dan diperingati oleh bangsa indonesia secara umum juga bagi orang kristen di indonesia bahkan bagi orang kristen di seluruh dunia. Di bulan oktober 1928 silam bangsa indonesia melalui pemuda-pemudinya mendeklarasikan sebuah sumpah yang menjadi identitas atau jati diri bangsa indonesia yaitu “hari sumpah pemuda”; di bulan yang sama, di tahun yang jauh lebih silam yaitu di tahun 1517 melalui beberapa tokoh gereja, mereka mereformasi gereja dan peristiwa ini yang kita kenal dengan “hari reformasi”. Itulah sebabnya di bulan ini selalu dirayakan peristiwa-peristiwa penting ini, secara khusus bagi “gereja”[1] akan merayakan atau memperingati “hari reformasi” ini.  
Lima ratus tahun sudah peristiwa reformasi ini artinya sudah lima ratus tahun kita memperingati hari penting bagi gereja kita sekarang, akan tetapi apakah setiap kita merayakan peristiwa reformasi ini cuman hanya sebatas “seremoni”[2] biasa atau hanya untuk memeriakan dan meramaikan perlombaan yang diadakan oleh gereja-gereja atau sekolah-sekolah kristen ? Reformasi harusnya menjadi sebuah refleksi bagi gereja masa kini bahwasannya reformasi ada untuk membawa perubahan atau pembaharuan di dalam tubuh  gereja supaya gereja terus eksis secara efektif  dan berkarya di dunia sesuai dengan tugas panggilannya sebagai garam dan terang bagi dunia yang penuh dengan kegelapan (Matius 5:13-16).
Gereja harus menyadari bahwa reformasi gereja ada untuk membawa pembaharuan bagi gereja. Pembaharuan yang dimaksud bukan berarti harus membuat gereja baru dan menediakan gereja yang lama, tidak !!! melainkan pembaruan yang dimaksud  adalah membaharui kembali pengajaran-pengajaran yang sudah menyimpang dari kebenaran yang sesungguhnya (Alkitab), sehingga gereja kembali kepada eksistensinya sebagai orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terangnya yang ajaib (1 Petrus 2:9) yang dikenal dengan kata “Ekklessia”[3]. Melalui reformasi ini ada satu harapan besar bahwa gereja jangan sama seperti dunia ini atau dengan kata lain gereja jangan sampai terkontaminasi oleh dunia, melainkan gereja harus tampil beda dari dunia bahkan gereja harus memberi dampak bagi dunia, gereja juga harus menjadi berkat bagi dunia dan melalui gereja ini semua bangsa di dunia dapat mendengar Injil Yesus Kristus yang olehnya kita memperolah keselamatan kekal. Inilah sebenarnya inti dari dampak reformasi yang sesungguhnya bagi gereja.  
Dari realitas yang kita jumpai sekarang dalam gereja adalah bahwa dampak  reformasi yang sesungguhnya itu justru sudah menyimpang jauh dan gereja mulai mencoba untuk mengartikan kata reformasi sesuai dengan pemahaman masing-masing dan menerapkannya sesuai dengan persepsi mereka dan bukan berdasarkan persepsi dari sang reformator. Dalam ilmu hermeneutik mengatakan bahwa untuk memahami suatu teks atau konteks dari firman Tuhan maka kita harus memahaminya sesuai dengan apa yang dimaksud oleh penulis kitab tersebut, jangan dimengerti sesuai dengan persepsi kita sendiri. Hal ini juga yang berlaku bagi kita dalam memaknai/memahami reformasi yaitu memaknainya/memahaminya sesuai dengan maksud sang reformator, bukan dengan apa yang kita maknai atau pahami. Sayangnya adalah bahwa gereja sekarang tidak memaknai reformasi sesuai dengan apa yang dimaksud oleh sang reformator melainkan gereja memaknai dengan pandangannya sendiri, sehingga dampak yang sesunggunya dari reformasi belum mendarat dengan mulus di landasan gereja.
Dengan demikian, apakah dampak dari refoemasi bagi gereja masa kini ? Untuk dapat mengatahui dengan tepat dampak reformasi bagi gereja masa kini maka ada beberapa hal penting yang akan kita perhatikan terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu kita perhatikan bersama dari reformasi juga dampaknya bagi gereja adalah sebagai berikut :
1.      Latar belakang Reformasi
Reformasi berangkat dari penyelewengan ajaran yang dilakukan oleh gereja[4] melalui para pemimpin-pemimpin gereja dalam hal ini mulai dari Paus yang adalah pemimpin tertinggi gereja, penganti Petrus dan juga sebagai wakil Kristus[5] sampai kepada tingkatan hierarki yang terendah. Berdasarkan hemat penulis, penyelewangan yang terjadi di dalam tubuh gereja dan juga di kalangan pemimpin Gereja Katolik Roma ini menjadi sesuatu yang sangat menyedihkan dan patut ditangisi, bahwasannya gereja yang harusnya menjadi “terang” dan pemimpin-pemimpin gereja harusnya menjadi panutan kehidupan ronahi bagi umat yang dibina atau dituntunya malah tidak seperti yang harapakan.
Gereja sudah berubah fungsi, gereja seharusnya menjadi tempat perkumpulan atau persekutuan orang-orang yang percaya kepada Allah melalui Kristus Yesus yang adalah Tuhan dan Juruselamat, gereja juga harusnya adalah orang-orang kudus yang sudah dipanggil dari gelap kepada terang Kristus. Akan tetapi gereja sudah menjadi sebuah tempat yang di mana sudah terkumpul orang-orang yang bermuka dua (munafik), gedung gereja juga sudah tidak digunakan sebagaimana mestinya, gereja tidak lagi dipergunakan untuk kepentingan dan kemuliaan Tuhan melainkan dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan bahkan untuk kepentingan para pemimpin gereja dan yang lebih parahnya adalah gereja dipergunakan untuk kepentingan negara juga untuk kepentingan pemerintah. Wah sungguh tragis, gereja disalahgunakan. Sungguh terlalu[6].
Para pemimpin gereja (Paus, Uskup dan para Imam) juga sudah salah menggunakah fungsi jabatan mereka sebagai hamba-hamba Tuhan yang seharusnya melayani Tuhan dengan menempatkan diri mereka sebgai wakil Allah bagi umat manusia juga menjadi wakil manusia bagi Allah. Mereka tidak lagi menghadirkan Tuhan melalui kehidupan mereka kepada umat, mereka juga sudah tidak lagi membawa sebanyak mungkin orang/umat untuk berjumpa secara pribadi dengan Tuhan. Mereka malah menggunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi juga demi kepentingan golongan, mereka menggunakan jabatan mereka untuk mencari uang; dan memang betul kata Alkitab bahwa akar dari segala kejahatan adalah cinta akan uang (1 Timotius 6:10), mereka juga menggunakan fungsi mereka untuk ikut dalam ajang perpolitikan, dan terbukti di masa-masa itu gereja menjadi satu dengan negara dan seorang pemimpin gereja (Paus) maka tentu ia adalah pempimpin negara.
Dengan melihat gereja dan para pemimpin gereja yang sudah jauh menyimpang dari kebenaran yang sesungguhnya, maka muncul tokoh-tokoh seperti Martin Luther, John Calvin dan masih ada lagi tokoh-tokoh lain yang merupakan bagian dari gereja yang prihatin melihat gereja dengan pemimpinnya. Mereka tidak hanya prihatin saja melainkan mereka berusaha untuk membawa kembali gereja kepada hakekat gereja yang sesungguhnya juga mengembalikan pengajaran yang benar (Alkitabiah) dari penyimpangan pengajaran yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin gereja. Peristiwa ini yang kita kenal dengan reformasi, yang terjadi lima ratus tahun yang silam.
2.      Peristiwa dan tujuan reformasi
Sebuah peristiwa terjadi, itu tidak terjadi begitu saja melainkan sebuah peristiwa terjadi pasti memiliki tujuan tertentu. Begitu juga dengan peristiwa reformasi ini, reformasi tidak rerjadi begitu saja tetapi lebih dari pada itu reformasi memiliki tujuan dan tujuan dari reformasi adalah tidak lain dan tidak bukan untuk kepentingan gereja yaitu pembaharuan gereja ke arah yang lebih baik karena sebagaimana yang telah dipaparkan di bagian pertama bahwa gereja telah menyimpang dari pengajaran yang benar dari firman Tuhan. Itulah sebabnya tujan dari peristiwa reformasi yaitu untuk kembali memurnikan gereja dari pengajaran yang menyimpang kepada pengajaran yang benar.
Gereja pada masa itu melalui para pemimpinnya membuat keputusan-keputusan yang menurut Luther adalah sesuatu yang tidak sesuai dan harus diluruskan. Keputusan pertama yang dirasakan Luther sangat aneh dan membuatnya ragu akan kebenaran dari praktik keagamaan tersebut adalah ketika dia mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Roma, kota Paus itu. Di sana untuk menghapus dosa kakeknya yang telah meningal atau untuk membebaskan kakeknya dari api penyucian, maka Luther harus menaiki “tangga gedung pengadilan Pilatus” dengan menggunakan lutut yang telanjang maksudnya adalah tidak ada alas sama sekali untuk mengalasi lutut Luther ketika manaiki tangga tersebut, dan Luther harus mengucapakn Doa Bapa Kami pada tiap-tiap anak tangga[7] karena itulah yang dapat membebaskan kakeknya dari api penyucian.
Yang kedua yang aneh bagi Luther ialah beredarnya surat penghapusan dosa atau yang dikenal dengan istilah surat “Indulgensia” yang diperdagangkan oleh Tetzel[8]. Bagi Luther ini merupak penyelewengan yang sudah kelewat batas yang tidak dapat diterima dari sudut pandang Teologi.
Dari kedua hal di ataslah yang menjadi penyebab peristiwa reformasi terjadi. Peristiwa pertama dan kedua yang ditemukan oleh Luther inilah membawanya untuk terus mempelajari teologi bahkan mendalami Alkitab untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya untuk kembali menenguhkan akan keragu-raguan dalam hatinya ketika perjalannya ke kota Roma. Hasil dari mendalami Alkitab dan memperkuat teologi juga dalam pertolongan Tuhan melalui Roh Kudus-Nya, Luther mendapatkan pencerahan sehingga olehnya ia menentang pengajaran-pengajaran dan praktik-praktik dalam gereja yang sudah menyimpang ini melalui sebuah rumusan yang dibuat yaitu 95 dalil yang dikemukakan Luther melalui tulisannya.
Dalam 95 dalil ini Luther mengatakan bahwa paus tidak berhak untuk mengampuni dosa-dosa (pengampunan dosa oleh Gereja Katolik Roma dianggap sakramen) sebab hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Selai 95 dalil ini. Di dalam 95 dalil ini Luther terdapat tiga sola yang menjadi dasar pembenaran Allah yaitu sola fide (hanya dengan iman, sola gratia (hanya oleh anugerah/kasih karunia) dan sola scriptura (hanya oleh Firman Tuhan/Alkitab). Peristiwa inilah yang dikenal dengan “peristiwa reformasi” yang dengan tujuan untuk membaharui pengajaran-pengajaran yang sudah melenceng jauh dari fremnya yaitu firman Tuhan itu sendiri.
3.      Dampak reformasi bagi Gereja
Lima ratus tahun sudah gerakan reformasi ini terjadi yaitu di tahun 1517 dan apakah dampak dari peristiwa reformasi itu bagi gereja masa kini ? pertanyaan ini menjadi penting bagi kita juga menjadi perenungan bagi kita untuk melihat dampak apa saja yang terjadi pada gereja sekarang ini.
Berdasarkan hemat penulis, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dampak dari reformasi adalah “bertambah banyaknya jumlah denominasi gereja”[9]. Kesimpulan ini mungkin terlalu dini, tapi dalam realitas yang penulis temukan sekarang ini ialah demikian. Pertanyaannya bagian mana dari reformasi yang memberi dampak sampai bertambah banyaknya denominasi gereja? Jawabnya adalah sola scriptura dalam reformasi yang memberi dampak bagi bertambahnya denominasi gereja. Kok bisa ? bisa!!! karena gereja sekarang memahami reformasi (sola scriptura) dengan pemahamannya sendiri tapi bukan dengan pemahaman dari sang reformator.
Sola scriptura dipahami bahwasannya harus sesuai dengan Alkitab sehingga ketika menemukan suatu gereja yang menjalankan praktik-praktik gereja yang sebenarnya sudah sesuai dengan Alkitab namun penerapannya berdasarkan budaya (kontekstualisasi) maka dinilai atau dianggap sesat sehingga membuat gereja baru dengan menerapkan praktiknya seperti Alkitab. Contohnya adalah bahwa ketika gereja menjalankan praktik sakramen baptisan kudus dengan cara baptis percik maka muncul oknum-oknum yang menggangap bahwa ini tidak sesuai dengan alkitab sehingga membuat mereka membentuk gereja lain yang mempraktikan sakramen baptisan kudus dengan cara baptis selam. Karena mereka berpegang teguh pada sola scriptura namun hakekat sesungguhnya dari sola scriptura bukanlah demikian.
Sola scriptura yang dimaksud bukan untuk menciptakan sebanyak mungkin denominasi gereja, melainkan sola scriptura yang dimaksud adalah sebagai tolok ukur untuk menentukan apakah ajaran tertentu benar atau tidak ?. sola scriptura (hanya Alkitab) maksudnya, Alkitab merupakan asas tunggal hidup menggereja, berisi semua kebenaran yang diwahyukan Allah, tidak ada sumber kebenaran lain, misalnya tradisi.[10] Jadi yang direformasi oleh Luther bukan untuk membangun gereja baru melainkan untuk membaharui dengan berpusatkan pada alkitab sebagai kebenaran Tunggal dan Ilahi.
Kata reformasi sendiri tidak ada indikasi di sana untuk membuat gereja baru. Martin Luther melalui gerakan reformasinya juga bukan dengan tujuan untuk membuat gereja baru. Kata reformasi berasal dari dua kata latin yaitu Re dan formatio, Re yang artinya pengulangan dan Formatio yang artinya susunan. Jadi, reformasi dapat berarti susunan kembali tatanan gereja juga pengajaran dan praktik (liturgi) dalam gereja.
Namun karena pemahan yang keliru dari reformasi dan sola scriptura itu memberi dampak yang besar bagi gereja masa kini yaitu bertambahnya denominasi gereja, penulis dapat mempredeksikan jika selagi pengertian akan reformasi dan memahami sola scriptura dengan tidak benar maka sudah barang tentu denominasi gereja ini akan terus bertambah.
Lima ratus tahun sudah gerakan reformasi terjadi dan itu berarti sudah lima abad kita merayakan dan memperingati akan hari reformasi. Dan di hari reformasi ini  penulis berdoa dan berharap agar kita dapat belajar dan memahami reformasi sesuai dengan maksud para reformator sehingga kita sebagai penerus-penerus gereja masa kini dan gereja masa depan dapat membawa dampak yang baik bagi gereja jangan merusak gereja. Menjadikan gereja untuk tujuan agung Tuhan kita Yesus Kristus yaitu Amanat Agung-Nya. Gereja bukan berbicara tentang denominasi, gereja bukan berbicara tentang gedung, tetapi gereja berbicara tentang orang-orang di dalamnya. Maka biarlah gereja harus menjadi berkat bagi dunia dan melalui gereja semua suku, kaum, bangsa dan bahasa datang dan sujud menyembah dihadapan tahta Anak Domba Allah (Wahyu 7:9).  Soli Deo Gloria.


[1] Gereja yang dimaksud adalah gereja Kristen Protestan dengan aliran-aliarannya seperti, Pantekosta, Kharismatik, Injili dan lain-lain yang ada pasca reformasi.
[2] Yang dimaksud dengan serimoni adalah sekadar ibadah memperingati hari reformasi yang dilakukan oleh gereja-gereja sesuai dengan liturgi atau tata ibadah masing-masing.
[3] Ekklessia adalah istilah dalam bahasa Yunani dan dalam bahasa Latin/Portugis disebut dengan kata Igreja dan di dalam bahasa Inggris disebut church sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut gereja; yang artinya adalah mereka yang terpanggil keluar dari kegelapan kepada terang kasih Kristus.
[4] Penyelewengan yang dilakukan oleh gereja yaitu penyelewengan yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma atau yang lebih dikenal dengan singkatan GKR
[5] Dr. Chr. De Jonge – Dr. Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaiman Gereja ? Pengantar Sejarah Ekklesiologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), hlm. 30
[6] Dibaca dengan mengunakan intonasi penyanyi dangdut indonesia yang sangat terkenal, yang diberi gelar “Raja Dangdut” H. Rhoma Irama
[7] Dr. Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2007) hlm. 155
[8] Tetzel adalah anggota dari salah satu Ordo yaitu Ordo Dominikan
[9] Pendapat ini masih bersifat subjektif karena penulis sadari bahwa bertambahnya denominasi gereja itu juga bisa terjadi karena faktor organisasi, perpecahan dan lain sebagainya dan tidak semata-mata karena faktor dari dampak reformasi saja. 
[10] Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, Sejarah Gereja Zaman Modern (yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2004) hlm 57

Komentar

Postingan populer dari blog ini

India dan Kristen

Jumlah Silsilah Yesus dari Abraham sampai Daud

Peranan Pemuda dan Mahasiswa Amarasi (IPMARASI)